![]() |
Marga Harun, SH Anggota DPRD NTB |
Dompu, KMBali1.com – Anggota DPRD Marga Harun tegas mengkritik kebijakan penanganan dampak lingkungan oleh PT. Sumbawa Timur Mining (STM) di Kecamatan Hu’u, Kabupaten Dompu. Marga Harun menilai perusahaan belum sepenuhnya transparan, terutama dalam hal dokumen AMDAL dan tanggung jawab sosial kepada warga lingkar tambang.
Anggota DPRD NTB Dapil VI ini, secara terbuka menyampaikan kekhawatirannya. Ia menilai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) STM belum sepenuhnya “clear and clean.” Padahal, kata dia, masyarakat berhak mengetahui potensi dampak lingkungan, risiko kesehatan, serta skema penanganannya.
“Mereka harus menjelaskan secara terbuka, memberi pencerahan kepada warga soal apa yang akan terjadi di wilayah mereka. Jangan sampai masyarakat hanya jadi penonton, tapi harus paham dan dilibatkan,” tegas Marga, baru-baru ini.
Marga juga menyebut saat ini operasional PT. STM dihentikan sementara menyusul munculnya ketegangan sosial di sekitar wilayah tambang akhir 2024 lalu. Ia mendorong Pemerintah Daerah untuk lebih tegas dan hadir dalam menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh.
“Kita tidak ingin STM hanya menguntungkan segelintir pihak. Masyarakat Dompu harus mendapatkan manfaat nyata. Misalnya, pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK) untuk peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal,” lanjutnya.
Sebagai langkah konkret, Marga menyatakan DPRD NTB akan segera menjadwalkan rapat dengar pendapat (hearing) bersama manajemen PT. STM guna mencari solusi bersama yang berpihak kepada masyarakat.
Sementara itu, sebelumnya, Ketua Buruh, Tani, dan Nelayan Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah (PWPM) NTB, Julkifli, mengungkapkan sejumlah permasalahan ketenagakerjaan yang dialami buruh lokal. Banyak dari mereka, kata Julkifli, belum menerima gaji secara penuh selama tiga bulan terakhir, belum terdaftar dalam program jaminan sosial seperti BPJS, dan merasa mendapat perlakuan tidak adil di tempat kerja.
“Mereka bekerja keras, tapi hak-haknya diabaikan. Ada yang belum digaji, tidak dapat BPJS, bahkan ditempatkan di posisi rendah, sementara pekerja dari luar justru duduk di posisi strategis,” ujarnya, Kamis (17/4/2025).
Berdasarkan pendampingan lapangan yang dilakukan PWPM NTB sejak awal 2024, sedikitnya 70 lebih buruh lokal mengeluhkan belum menerima gaji secara penuh, dan sekitar 50 persen belum tercover dalam jaminan sosial. Ketimpangan posisi kerja juga menjadi sorotan, di mana warga luar NTB cenderung menempati jabatan strategis dengan gaji besar, sedangkan warga lokal ditempatkan pada pekerjaan kasar dengan upah rendah.
PWPM NTB menyerukan agar pemerintah provinsi dan dinas terkait segera turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap praktik ketenagakerjaan STM. Mereka juga menuntut transparansi dalam sistem rekrutmen, pengupahan, serta kepastian jaminan sosial bagi semua pekerja.
“Ini bukan hanya soal upah, tapi keadilan sosial. Jika tidak diawasi dengan baik, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik terbuka antara masyarakat dan perusahaan,” tegas Julkifli.
Ia menekankan pentingnya penguatan peran pengawasan dari Dinas ESDM, khususnya bidang Minerba, serta membuka ruang mediasi yang transparan antara masyarakat dan perusahaan. Pemerintah daerah, menurutnya, tidak boleh hanya menjadi fasilitator investasi, tetapi harus berdiri sebagai pelindung hak-hak rakyat, terutama buruh lokal yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi daerah.[KM00]
Posting Komentar