Ilustrasi : Baru Lulus S1, Sudah Lolos PPPK. 

Dompu, kmbali1.com – W seorang honorer salah satu Sekolah Dasar Negeri di  Kecamatan Dompu, dinyatakan lolos dalam seleksi nasional Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Meski menuai pujian, kelulusannya justru menimbulkan kontroversi. Pasalnya, muncul dugaan bahwa keberhasilannya tidak semata karena kompetensi, tetapi karena “jalur belakang”.

Sekilas, kisah W terdengar inspiratif: seorang tenaga honorer yang gigih menyelesaikan kuliah sambil bekerja, lalu berhasil lolos seleksi nasional. Namun, ketika ditelusuri lebih dalam, muncul pertanyaan serius: apakah proses verifikasi data pelamar berjalan dengan benar dan sesuai regulasi?

W diketahui mulai bekerja sebagai operator honorer sejak tahun 2021 menggunakan ijazah SMA. Ia baru meraih gelar sarjana pada tahun 2023 dari salah satu kampus di Pulau Jawa, dan langsung mendaftar PPPK menggunakan ijazah S1 tersebut. Pada saat di data sebagai Honorer, W terakhir diketahui pindah sebagai tenaga Honorer di Badan Kesbangpol Kabupaten Dompu. Di sinilah akar persoalan mulai tampak: menurut Peraturan Menteri PAN-RB, salah satu syarat utama adalah pengalaman kerja relevan dan kualifikasi pendidikan yang linier minimal dua tahun, yang harus sudah dimiliki sebelum pendaftaran.

“Kalau dia baru lulus 2023, berarti pengalaman kerjanya sebagai sarjana belum dua tahun. Tapi tetap lolos administrasi? Ini aneh,” ujar salah satu sumber yang enggan disebut namanya.

Dalam pernyataan, W mengaku sempat konsultasi ke kakaknya di BKD sebelum mendaftar PPPK. Kalimat ini sontak memicu kecurigaan. Apalagi diketahui bahwa BKD (Badan Kepegawaian Daerah) adalah lembaga yang sangat berperan dalam proses administrasi dan verifikasi berkas peserta seleksi.

“Saya kerja sebagai honorer dari 2021, kuliah online karena pandemi. Sebelum daftar PPPK, saya konsultasi dulu ke kakak saya di BKD,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan, pada Rabu (7/5)

Pernyataan itu, meski terdengar sederhana, menjadi pemantik polemik. Publik mempertanyakan apakah konsultasi tersebut hanya sebatas meminta arahan, atau ada pengaruh lain yang memuluskan proses kelulusannya.

Dugaan nepotisme dalam rekrutmen ASN bukan hal baru, dan kasus W memperkuat kecurigaan bahwa praktik-praktik semacam itu belum benar-benar hilang. Apalagi dalam kasus ini, ada kejanggalan serius terkait kelayakan administratif. W diketahui baru lulus S1 pada 2023, namun masa kerjanya sebagai honorer dimulai sejak 2021 hanya dengan ijazah SMA.

Padahal, berdasarkan regulasi resmi dari Kemenpan-RB, syarat utama untuk mengikuti seleksi PPPK adalah masa kerja relevan minimal dua tahun serta ijazah yang linier dengan formasi yang dilamar.

“Bagaimana mungkin bisa lolos verifikasi kalau belum cukup masa kerja dengan kualifikasi pendidikan yang diminta? Ini bukan sekadar lolos biasa, ini ada yang aneh,” ungkap salah satu sumber. 

Seharusnya, proses seleksi PPPK bersifat terbuka, adil, dan bebas dari intervensi, termasuk dari hubungan keluarga.

Banyak peserta lain yang gagal karena ketatnya persyaratan administratif. Maka wajar jika masyarakat geram melihat ada yang “lolos mulus” di tengah banyak yang tersingkir karena aturan.

Sementara pihak BKD belum memberi tanggapan hingga tulisan ini dipublikasikan. Namun hingga kini kmbali1.com masih berupaya meminta klarifikasi terkait hal tersebut.(Alon) 


Posting Komentar

 
Top