Tim Pemantau Tidak Dibekali Alat Pelindung Pernapasan, Penerapan K3 Perusahaan Dipertanyakan
Dompu, KMBali1.com – Kunjungan kerja Tim Gabungan DPRD Dompu bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB, Dinas ESDM NTB, serta perwakilan Inspektur Tambang ke wilayah eksplorasi milik PT Sumbawa Timur Mining (STM) di Blok Wadu Bura, Senin (5/5), menuai kontroversi. Sebuah video unggahan akun milik Ketua DPRD Dompu, Muttakun Rumah Aspirasi memperlihatkan para anggota tim berdiri di depan kolam uji pendingin air tanah dalam tanpa mengenakan pelindung pernapasan, padahal terdapat papan besar peringatan bahaya Hydrogen Sulfida (H₂S) di lokasi tersebut.
Papan peringatan itu mencantumkan informasi bahwa area tersebut mengandung gas beracun dan mudah terbakar, serta mengharuskan penggunaan respirator (Alat Pelindung Pernapasan/Masker Khusus) bagi setiap orang yang memasuki area tersebut. Namun dalam videonya, tak satu pun dari tim kunjungan yang tampak menggunakan alat pelindung pernapasan.
Dalam video tersebut, Ketua DPRD Dompu Muttakun, Wakil Ketua DPRD Dompu Kurnia Ramadhan, bersama anggota tim Pemantau yang berkunjung ke lokasi Kolam PT. STM, sedang menjelaskan bahwa kolam tersebut hanya berisi air biasa dan ukurannya tidak terlalu luas.
"Kami sedang berada di lokasi kolam dan melihat langsung. Kolam ini hanya berukuran sekitar 12 x 10 Meter persegi. Kolam ini isinya air yang dihasilkan oleh sumur bor, ditampung di kolam ini. Air ini untuk memperlancar kegiatan eksplorasi", kata Muttakun yang dibenarkan oleh anggota tim pemantau yang lain.
Hal ini pun menjadi sorotan warganet. Salah seorang warganet yang menonton video menghubungi redaksi kmbali1.com dan mengirimkan tangkapan layar dari video tersebut yang memang menunjukkan adanya Papan peringatan bahaya.
"Bagaimana ini bang, katanya kolam itu isinya cuma air tapi kenapa dipasang papan Tanda Bahaya?", ungkap salah satu netizen
Setelah ditelusuri, papan tanda bahaya tersebut ditulis dalam dua bahasa yakni bahasa inggris dan bahasa indonesia.
"BAHAYA. HIDROGEN SULFIDA. MEMATIKAN/BAHAYA BILA TERHIRUP. HANYA PETUGAS YANG BERWENANG. WAJIB MENGGUNAKAN ALAT PELINDUNG PERNAPASAN", demikian tertulis di papan tersebut.
Menanggapi sorotan Netizen terkait bahaya Gas Hidrogen Sulfida di area kolam, Muttakun dalam keterangannya menyatakan bahwa Untuk memastikan keberadaan Gas beracun itu, STM senantiasa melengkapi tim kerjanya dengan alat pendeteksi gas (gas detector).
Ajaibnya, Muttakun mengungkapkan informasi yang menurutnya sudah terkonfirmasi oleh pihak STM bahwa pada saat Kunjungan Kerja tim yang memantau lokasi dan sempat berdiri di sisi kolam (Berbahaya) tersebut, tidak ditemukan kadar gas Hidrogen Sulfida.
"Pada saat kunjungan, tidak ditemukan adanya H2S (HIDROGEN SULFIDA/Gas beracun) sehingga lokasi sekitar aman dikunjungi meskipun tanpa menggunakan masker", kata Muttakun.
Pernyataan ini justru memantik pertanyaan baru dari warganet: jika memang secara kebetulan kadar gas tidak ditemukan tepat pada saat Tim datang memantau lokasi Kolam, mengapa papan peringatan tetap terpampang besar dan menyebutkan kewajiban penggunaan alat pelindung?
Ironisnya, PT. STM selama ini dikenal sering menekankan komitmen terhadap penerapan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam kegiatan eksplorasinya. Namun, dalam kunjungan resmi tersebut, tidak ada alat pelindung pernapasan yang disiapkan bagi para tamu dari DPRD maupun instansi pemerintah lainnya, meskipun papan peringatan H₂S dengan tegas menyebutkan bahwa penggunaan respirator adalah wajib.
Bahkan STM karena dinilai konsisten menerapkan prosedur K3 yang ketat, sehingga Perusahan tambang ini juga sering mendapat penghargaan. Namun setelah menonton Video yang viral tersebut masyarakat mulai meragukan komitmen PT. STM dalam penerapan K3 dalam menangani bahaya limbah gas beracun seperti Hidrogen Sulfida (H₂S).
Diketahui, Limbah gas hidrogen sulfida (H2S) di tambang emas dan tembaga terbentuk ketika mineral sulfida (seperti kalkopirit, sfalerit, dan galena) bereaksi dengan udara dan air. Reaksi ini melepaskan sulfur sebagai gas H2S. Proses ini dapat terjadi secara alami atau dipercepat oleh aktivitas tambang.
Hidrogen sulfida yang terbentuk dapat dilepaskan ke udara atau larut dalam air, sehingga dapat mempengaruhi kualitas udara dan air di sekitar area pertambangan.[KM02]
Posting Komentar